Jakarta, 25 Agustus 2020 – Pernahkah mendengar istilah “lebih baik mengikuti aturan yang tidak terlalu benar, daripada mencoba mengatur atau merubah aturan supaya terlihat benar tetapi ternyata salah?” Dari waktu ke waktu kita selalu melihat bahwa ASN atau Aparatur Sipil Negara tidak pernah bisa lepas dari politisasi kekuasaan. ASN menjadi “tarik-tarikan” berbagai kepentingan politik.
Topik Literasi Birokrasi dalam Kemajuan Indonesia diangkat dalam acara webinar Lead The Fest yang diadakan oleh pemimpin.id, 11 Agustus 2020 dengan berkolaborasi dengan Rumah Mentor Indonesia (RUMI). Webinar tersebut menghadirkan tiga narasumber yaitu, Jaleswari Pramodhawardani selaku Deputi 5 Kantor Staff Presiden Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, Keamanan dan HAM, kemudian Yanuar Nugroho Aktivis Akademisi dan birokrat yang pernah menjabat sebagai Deputi 2 Kantor Kepala Staff Kepresidenan 2015-2019, serta Kuntoro Mangkusubroto selaku Steering Committee Rumah Mentor Indonesia (RUMI).
Kuntoro selaku Steering Commitee Rumah Mentor Indonesia (RUMI) menyampaikan beberapa hal terkait dengan birokrasi, komunikasi, dan relasi dalam kepemimpinan ASN. ASN pada akhirnya tidak bisa lagi berbicara tentang teknopratik atau intelektual. Setiap orang yang diangkat sebagai ASN, ingin “dipromosikan” saat berkarya. Hal tersebut menjadi wajar, lalu menjadi budaya.
Birokrasi yang terjadi saat ini ialah birokrasi yang menganut budaya mengikuti aturan. Satu set aturan untuk menyatakan birokrasi selalu dikaitkan dengan pemerintahan yang memiliki ujung untuk melayani masyarakat. Pemahaman birokrasi, sebetulnya tidak ada kaitannya dengan kata kebijakan. Pemahaman birokrasi adalah satu set prosedur di mana ASN mengikuti prosedur dengan sebaik-bainya.
Namun ASN kini memiliki attitude yang benar. Dengan motivasi, pengetahuan, kepemimpinan dan struktur yang benar. Maka semua itu akan bekerja dengan baik. Barang yang langka di negeri kita adalah koordinasi, karena orang tidak diajarkan untuk berkoordinasi. Perlunya binaan untuk ASN dari tahap terendah hingga menjadi matang. Namun, lembaga administrasi negara terbiasa mendidik pegawai terpaku pada orientasi prosedur, yang selalu dikaitkan dengan tata cara menjalankan roda administrasi dengan sebaik-baiknya.
Jika dilihat, lembaga administrasi daerah sangat berbeda dengan lembaga administrasi pemerintah pusat. Lembaga administrasi pemerintah daerah justru lebih bergantung pada pamemimpinya. Jika pemimpin berganti, maka anggota pemerintah daerah kehilangan arah dan tujuan. Kemampuan untuk berinovasi dibunuh oleh mekanisme “promosi” dalam pemerintahan di ASN. Jika budaya tersebut dapat diubah sedikit, maka ASN dapat melayani masyarakat dengan lebih baik lagi.
Terlepas dari budaya “promosi” saat berkarya, ada beberapa sector ASN yang sudah memiliki banyak kemajuan. Secara keseluruhan dapat dilihat dari kemajuan ASN dirasa sangat lambat, bahkan di beberapa aspek tidak ada kemajuan. Jika dikaitkan dengan reformasi birokrasi 10 tahun lalu. ASN memiliki konsepsi yang sangat jelas, namun dalam perkembangan selanjutnya setelah diganggu dengan istilah “uang-uang tunjungan kinerja” maka konsep yang bagus menjadi “bubar”.
Reformasi birokrasi kemudian dikaitkan dengan performance yang tidak jelas ukurannya. Contoh lumpuhnya birokrasi pada krisis covid-19 tahun 2020. Birokrasi tidak berjalan karena tidak ada koordinasi antara satu sektor dengan sektor yang lain. Padahal yang harus diprioritaskan dalam birokrasi adalah koordinasi. Bagaimana kementerian kesehatan berkoordinasi dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), kementerian dalam negeri, dan kementerian perindustrian. Koordinasi menjadi penting, karena selama tidak ada koordinasi maka yang akan terjadi adalah kemacetan dari berbagai macam upaya pemecahan masalah.
Selain Kuntoro Mangkusubroto, Lead The Fest (16 Agustus 2020) juga mengundang Steering Committee Rumah Mentor Indonesia (RUMI) yaitu Bapak Budi Gunadi Sadikin dan Bapak Erry Riyana sebagai narasumber dua webinar yang berbeda.